Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha Di Pasar Modal, Nomor: Kep-196/Bl/2012, Tanggal 19 April 2012 atau Peraturan Nomor VIII.C.3:
Ayat 1.a.26).:
Diskon Likuiditas Pasar (Discount for Lack of Marketabilities) adalah suatu jumlah atau persentase tertentu
yang merupakan pengurang dari nilai suatu ekuitas sebagai cerminan dari
kurangnya likuiditas Obyek Penilaian.
Ayat 11.b.:
Dalam menggunakan Diskon Likuiditas Pasar (Discount for Lack of Marketability),
Penilai Usaha wajib memperhatikan:
1) Dalam hal Obyek Penilaian bukan merupakan perusahaan
terbuka, maka:
a) Diskon
Likuiditas Pasar (Discount
for Lack of Marketability) bagi
pemegang saham mayoritas adalah antara 20% (dua puluh perseratus) sampai dengan
40% (empat puluh perseratus) dari indikasi Nilai.
b) Diskon
Likuiditas Pasar (Discount for Lack of Marketability) bagi pemegang saham minoritas
adalah antara 30% (tiga puluh perseratus) sampai dengan 50% (lima puluh
perseratus) dari indikasi Nilai.
2) Dalam hal Obyek Penilaian merupakan perusahaan
terbuka, maka:
a)
Diskon Likuiditas Pasar (Discount
for Lack of Marketability) bagi
pemegang saham mayoritas paling besar adalah 20% (dua puluh perseratus) dari
indikasi Nilai.
b)
Diskon Likuiditas Pasar (Discount for Lack of
Marketability) bagi pemegang saham minoritas
adalah antara 10% (sepuluh perseratus) sampai dengan 30% (tiga puluh
perseratus) dari indikasi Nilai.
Sebagai
profesional yang menggunakan diskon ini, peneliti atau penilai usaha seharusnya
mulai mencari adanya data empiris yang terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat
bukti empiris DLOM sangat bervariasi, dari 3% sampai dengan
diatas 90%,[1]
sedangkan di pengadilan, diskon
terbesar yang pernah diputuskan untuk kasus pajak adalah 45% (Barnes vs
Commisioner[2])
dan kasus ESOP adalah 50% (Howard vs Shay[3]),
keduanya untuk saham minoritas. Saya menyoroti adanya batas bawah (non
perusahaan terbuka, mayoritas: 20%; non perusahaan terbuka, minoritas: 30%; dan
perusahaan terbuka, minoritas: 10%). Mengapa harus dibatasi? Hal ini mungkin
berhubungan dengan adanya konsensus bahwa kebanyakan penelitian DLOM di Amerika
Serikat adalah berkisar antara 30% - 50%. Pada prakteknya, saya selaku
penilai pernah menerapkan Diskon Likuiditas Pasar 5% untuk suatu penilaian ESOP
di California, Amerika Serikat. Mungkin lebih baik jika BAPEPAM LK tidak
membatasi Diskon Likuiditas Pasar, karena penilaian usaha selalu berkembang
mengikuti data empiris dan kasus-kasus baru. Salah satu potensi masalah yang
mungkin muncul adalah masalah pajak. Melihat batas-batas itu sebaiknya
Direktorat Jenderal Pajak menurunkan staf ahlinya untuk menguji adanya batas
bawah tersebut. Contoh kasus adalah penerapan DLOM 30% bagi non perusahaan
terbuka-minoritas. Menurut Peraturan Nomor VIII.C.3, penerapan ini sudah benar
dan merupakan batas bawah terendah, tetapi penerapan ini akan bertentangan
dengan dasar pemikiran DLOM, jika ternyata perusahaan mempunyai buy-sale agreement atau operating agreement yang memudahkan
penjualan entitas tersebut, karena ada pihak ketiga yang bertanggung jawab untuk
segera membeli, kemungkinan DLOM yang wajar cuma 15%, sehingga selisih sebesar
15% (30% - 15%) adalah potensi kerugian negara dari pajak akibat penilaian aset
yang lebih rendah. Selanjutnya kita bisa menghitung berapa potensi kerugian
tersebut, karena diskon ini diaplikasikan langsung ke indikasi nilai dari suatu
entitas setelah diskon pengendali.
Secara
teori, penilai di Indonesia bisa mengaplikasikan DLOM yang berbasis opsi, yaitu
dengan membandingkan opsi jual (put
option) dengan strike price-nya. Opsi
jual adalah suatu hak untuk menjual suatu asset pada harga kesepakatan (strike price) dan dalam jangka waktu
tertentu yang disepakati, baik pada akhir masa jatuh tempo ataupun di antara
tenggang waktu masa sebelum jatuh tempo. Opsi jual dipakai karena sudah ada
kesepakatan dari pihak ketiga untuk membeli opsi tersebut, sehingga
mempengaruhi DLOM. Hal ini merupakan ide dasar DLOM dari Black Scholes yang terkenal dengan Option Pricing Method. Hal ini bisa dilakukan karena di BEI sudah
terdapat intrumen-instrumen opsi / Kontrak Opsi Saham (KOS), sehingga logika
dan asumsinya sudah bisa diterima masyarakat.
Jadi gimana?
Seharusnya DLOM tidak usah dibatasi dengan Peraturan tersebut...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar