Beberapa kali saya melihat orang Jepang di kelas penilaian bisnis di ASA.
Kayaknya mereka lebih memilih sertifikasi ini karena banyak bisnis mereka yang beroperasi di Amerika.
Ternyata, tidak hanya berhenti disitu, pejabat ASA pun diundang ke Jepang untuk memaparkan penilaian usaha yang sesuai dengan "International Financial Reporting Standards" (IFRS), penilaian "intellectual property," standar penilaian internasional, dan promosi jasa penilaian aset di Jepang.
Lebih lengkap ikuti link berikut:
ASA Leaders in Tokyo
Senin, 13 Januari 2014
Menilai Ekuitas dengan Option Pricing Method (OPM)
Sewaktu
penulis menjadi salah satu analis dalam penilaian usaha perusahaan tahap awal
yang berkembang pesat di Indianapolis, US, penulis mengunakan metoda OPM,
karena harus mengalokasikan nilai ekuitas ke beberapa saham preferen dan opsi. Nilai ekuitas (sama dengan enterprise value, karena tidak ada hutang) -nya di estimasi
dengan menggunakan metoda tradisional (DCF, M&A dan PC method). Ketika draft penilaian diserahkan, CFO
perusahaan menanggapinya dengan heran, “saya nggak ngerti penilaian ini,
mengapa harus serumit ini?”
Artikel ini pada intinya mengulas jawaban penulis
ke CFO tersebut, termasuk beberapa update terbaru dari metoda OPM dan PWERM
yang bermuara dari Practice Aid, penulis
berharap artikel ini berguna.
Pada Bulan Maret 2011, the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) menerbitkan
edisi baru yang dimaksudkan untuk memperbarui
aturan serupa yang dikeluarkan pada tahun 2004. Aturan ini biasa disebut
sebagai Valuation of Privately Held
Company Equity Securities Issued as Compensation (Practice Aid). Practice Aid inilah yang menjadi sumber atau pegangan utama
penilaian bagi penilai, auditor, orang-orang pajak maupun analis-analis di
lembaga keuangan (CFA, CPA)....
Kalau menurut anda artikel ini menarik, beri komentar...sehingga saya semangat untuk melanjutkannya.
DLOM (Diskon Likuiditas Pasar) di Indonesia
Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha Di Pasar Modal, Nomor: Kep-196/Bl/2012, Tanggal 19 April 2012 atau Peraturan Nomor VIII.C.3:
Ayat 1.a.26).:
Diskon Likuiditas Pasar (Discount for Lack of Marketabilities) adalah suatu jumlah atau persentase tertentu
yang merupakan pengurang dari nilai suatu ekuitas sebagai cerminan dari
kurangnya likuiditas Obyek Penilaian.
Ayat 11.b.:
Dalam menggunakan Diskon Likuiditas Pasar (Discount for Lack of Marketability),
Penilai Usaha wajib memperhatikan:
1) Dalam hal Obyek Penilaian bukan merupakan perusahaan
terbuka, maka:
a) Diskon
Likuiditas Pasar (Discount
for Lack of Marketability) bagi
pemegang saham mayoritas adalah antara 20% (dua puluh perseratus) sampai dengan
40% (empat puluh perseratus) dari indikasi Nilai.
b) Diskon
Likuiditas Pasar (Discount for Lack of Marketability) bagi pemegang saham minoritas
adalah antara 30% (tiga puluh perseratus) sampai dengan 50% (lima puluh
perseratus) dari indikasi Nilai.
2) Dalam hal Obyek Penilaian merupakan perusahaan
terbuka, maka:
a)
Diskon Likuiditas Pasar (Discount
for Lack of Marketability) bagi
pemegang saham mayoritas paling besar adalah 20% (dua puluh perseratus) dari
indikasi Nilai.
b)
Diskon Likuiditas Pasar (Discount for Lack of
Marketability) bagi pemegang saham minoritas
adalah antara 10% (sepuluh perseratus) sampai dengan 30% (tiga puluh
perseratus) dari indikasi Nilai.
Sebagai
profesional yang menggunakan diskon ini, peneliti atau penilai usaha seharusnya
mulai mencari adanya data empiris yang terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat
bukti empiris DLOM sangat bervariasi, dari 3% sampai dengan
diatas 90%,[1]
sedangkan di pengadilan, diskon
terbesar yang pernah diputuskan untuk kasus pajak adalah 45% (Barnes vs
Commisioner[2])
dan kasus ESOP adalah 50% (Howard vs Shay[3]),
keduanya untuk saham minoritas. Saya menyoroti adanya batas bawah (non
perusahaan terbuka, mayoritas: 20%; non perusahaan terbuka, minoritas: 30%; dan
perusahaan terbuka, minoritas: 10%). Mengapa harus dibatasi? Hal ini mungkin
berhubungan dengan adanya konsensus bahwa kebanyakan penelitian DLOM di Amerika
Serikat adalah berkisar antara 30% - 50%. Pada prakteknya, saya selaku
penilai pernah menerapkan Diskon Likuiditas Pasar 5% untuk suatu penilaian ESOP
di California, Amerika Serikat. Mungkin lebih baik jika BAPEPAM LK tidak
membatasi Diskon Likuiditas Pasar, karena penilaian usaha selalu berkembang
mengikuti data empiris dan kasus-kasus baru. Salah satu potensi masalah yang
mungkin muncul adalah masalah pajak. Melihat batas-batas itu sebaiknya
Direktorat Jenderal Pajak menurunkan staf ahlinya untuk menguji adanya batas
bawah tersebut. Contoh kasus adalah penerapan DLOM 30% bagi non perusahaan
terbuka-minoritas. Menurut Peraturan Nomor VIII.C.3, penerapan ini sudah benar
dan merupakan batas bawah terendah, tetapi penerapan ini akan bertentangan
dengan dasar pemikiran DLOM, jika ternyata perusahaan mempunyai buy-sale agreement atau operating agreement yang memudahkan
penjualan entitas tersebut, karena ada pihak ketiga yang bertanggung jawab untuk
segera membeli, kemungkinan DLOM yang wajar cuma 15%, sehingga selisih sebesar
15% (30% - 15%) adalah potensi kerugian negara dari pajak akibat penilaian aset
yang lebih rendah. Selanjutnya kita bisa menghitung berapa potensi kerugian
tersebut, karena diskon ini diaplikasikan langsung ke indikasi nilai dari suatu
entitas setelah diskon pengendali.
Secara
teori, penilai di Indonesia bisa mengaplikasikan DLOM yang berbasis opsi, yaitu
dengan membandingkan opsi jual (put
option) dengan strike price-nya. Opsi
jual adalah suatu hak untuk menjual suatu asset pada harga kesepakatan (strike price) dan dalam jangka waktu
tertentu yang disepakati, baik pada akhir masa jatuh tempo ataupun di antara
tenggang waktu masa sebelum jatuh tempo. Opsi jual dipakai karena sudah ada
kesepakatan dari pihak ketiga untuk membeli opsi tersebut, sehingga
mempengaruhi DLOM. Hal ini merupakan ide dasar DLOM dari Black Scholes yang terkenal dengan Option Pricing Method. Hal ini bisa dilakukan karena di BEI sudah
terdapat intrumen-instrumen opsi / Kontrak Opsi Saham (KOS), sehingga logika
dan asumsinya sudah bisa diterima masyarakat.
Jadi gimana?
Seharusnya DLOM tidak usah dibatasi dengan Peraturan tersebut...
Sertifikasi
ASA
Saat ini saya sedang menyelesaikan ujian USPAP sebelum mendapat sertifikasi penilai usaha dari ASA. Peserta sertifikasi penilai usaha dari ASA harus lulus 4 level pendidikan dasar (POV) dan USPAP, plus pengalaman kerja full timer selama 5 tahun di bidang pinilaian usaha.
Sertifikasi ini sangat kompetitif, karena CFA pun hanya dianggap level 1 (BV201).
Lihat di http://www.appraisers.org/docs/default-source/discipline_bv/bv-accreditation-guide.pdf?sfvrsn=0
...The CFA Institute:CFA with five (5) years of public service = one (1) year of experience requirement credit; CFA designation = BV201...
MAPPI
Ngomong-ngomong, saya sudah lulus pendidikan properti dari MAPPI (PDP1, PDP2, PLP1 dan PLP 2). Masih harus lulus USP sebelum mendapatkan sertifikasi dari MAPPI.
Harus lulus semua, tetap semangat...
Saat ini saya sedang menyelesaikan ujian USPAP sebelum mendapat sertifikasi penilai usaha dari ASA. Peserta sertifikasi penilai usaha dari ASA harus lulus 4 level pendidikan dasar (POV) dan USPAP, plus pengalaman kerja full timer selama 5 tahun di bidang pinilaian usaha.
Sertifikasi ini sangat kompetitif, karena CFA pun hanya dianggap level 1 (BV201).
Lihat di http://www.appraisers.org/docs/default-source/discipline_bv/bv-accreditation-guide.pdf?sfvrsn=0
...The CFA Institute:CFA with five (5) years of public service = one (1) year of experience requirement credit; CFA designation = BV201...
MAPPI
Ngomong-ngomong, saya sudah lulus pendidikan properti dari MAPPI (PDP1, PDP2, PLP1 dan PLP 2). Masih harus lulus USP sebelum mendapatkan sertifikasi dari MAPPI.
Harus lulus semua, tetap semangat...
Langganan:
Postingan (Atom)